Waktu haram puasa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Waktu haram puasa adalah waktu
di mana umat Islam dilarang berpuasa. Hikmahnya
adalah ketika semua orang bergembira, seseorang itu perlu turut bersama
merayakannya.
- Berpuasa pada Hari Raya Idul Fitri ( 1 Syawal )
- Berpuasa pada Hari Raya Idul Adha ( 10 Zulhijjah )
- Berpuasa pada hari-hari Tasyrik ( 11, 12, dan 13 Zulhijjah )
Selain
hari-hari tersebut, ada pula waktu dimana umat Islam dianjurkan
untuk tidak berpuasa, yaitu ketika ada kerabat atau teman yang sedang
mengadakan pesta syukuran atau pernikahan. Hukum berpuasa pada hari ini bukan
haram, melainkan makruh, karena Allah tidak menyukai jika seseorang hanya
memikirkan kehidupan akhirat saja sementara kehidupan sosialnya (menjaga
hubungan dengan kerabat atau masyarakat) ditinggalkan.
1. Hari Raya
Idul Fithri
Tanggal 1
Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah
hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat
telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa
sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak
harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.
نَهَى رَسُولُ
اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ: يَوْمَ الفِطْرِ
وَيَوْمَ الأَضْحَى – متفق عليه
Rasulullah SAW
melarang berpuasa pada dua hari: hari Fithr dan hari Adha. (HR Muttafaq
‘alaihi)
2. Hari Raya
Idul Adha
Hal yang sama
juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari
itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih
hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga.
Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu
dan merayakan hari besar.
3. Hari Tasyrik
Hari tasyrik
adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam
masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan
untuk berpuasa. Namun sebagian pendapat mengatakan bahwa hukumnya makruh, bukan
haram. Apalagi mengingat masih ada kemungkinan orang yang tidak mampu membayar
dam haji untuk puasa 3 hari selama dalam ibadah haji.
إِنَّهَا
أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْب وَذِكْرِ اللهِ تَعَالى – رواه مسلم
Sesungguhnya
hari itu (tasyrik) adalah hari makan, minum dan zikrullah (HR Muslim)
4. Puasa sehari
saja pada hari Jumat
Puasa ini haram
hukumnya bila tanpa didahului dengan hari sebelum atau sesudahnya. Kecuali ada
kaitannya dengan puasa sunnah lainnya seperti puasa sunah nabi Daud, yaitu
sehari berpuasa dan sehari tidak. Maka bila jatuh hari Jumat giliran untuk
puasa, boleh berpuasa. Sebagian ulama tidak sampai mengharamkannya secara
mutlak, namun hanya sampai makruh saja.
5. Puasa pada
hari Syak
Hari syah
adalah tanggal 30 Sya‘ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan
karena hilal (bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak ada kejelasan apakah sudah
masuk bulan Ramadhan atau belum. Ketidak-jelasan ini disebut syak. Dan secara
syar‘i umat Islam dilarang berpuasa pada hari itu. Namun ada juga yang
berpendapat tidak mengharamkan tapi hanya memakruhkannya saja.
6. Puasa
Selamanya
Diharamkan bagi
seseorang untuk berpuasa terus setiap hari. Meski dia sanggup untuk mengerjakannya
karena memang tubuhnya kuat. Tetapi secara syar‘i puasa seperti itu dilarang
oleh Islam. Bagi mereka yang ingin banyak puasa, Rasulullah SAW menyarankan
untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud as yaitu sehari puasa dan sehari
berbuka.
7. Wanita haidh
atau nifas
Wanita yang
sedang mengalami haidh atau nifas diharamkan mengerjakan puasa. Karena kondisi
tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari hadats besar. Apabila tetap
melakukan puasa, maka berdosa hukumnya. Bukan berarti mereka boleh bebas makan
dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan
kewajiban menggantinya di hari lain.
8. Puasa sunnah
bagi wanita tanpa izin suaminya
Seorang isteri
bila akan mengerjakan puasa sunnah, maka harus meminta izin terlebih dahulu kepada
suaminya. Bila mendapatkan izin, maka boleh lah dia berpuasa. Sedangkan bila
tidak diizinkan tetapi tetap puasa, maka puasanya haram secara syar‘i.
Dalam kondisi
itu suami berhak untuk memaksanya berbuka puasa. Kecuali bila telah mengetahui
bahwa suaminya dalam kondisi tidak membutuhkannya. Misalnya ketika suami
bepergian atau dalam keadaan ihram haji atau umrah atau sedang beri‘tikaf.
Sabda Rasulullah SAW Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa tanpa izin suaminya
sedangkan suaminya ada dihadapannya. Karena hak suami itu wajib ditunaikan dan
merupakan fardhu bagi isteri, sedangkan puasa itu hukumnya sunnah. Kewajiban
tidak boleh ditinggalkan untuk mengejar yang sunnah.
http://id.wikipedia.org/wiki/Idul_Fitri
http://id.wikipedia.org/wiki/Idul_Fitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar