Ramadhan telah datang. Insan beriman rindu dgn saat-saat penuh
ibadah itu. Dan waktu pun berlalu dgn cepat. Bulan demi bulan, pekan
demi pekan, hari demi hari, sehingga yang jauh pun semakin dekat
saatnya. Sudah sepantasanya kita bersiap utk menyambutnya, seraya
berharap kepada Ar-Rahman agar masih diperkenankan berjumpa dengannya.
Persiapan iman, fisik & ilmu tentang puasa Ramadhan tak patut diabaikan agar tak ada sesal mendalam ketika bulan itu telah berlalu begitu saja tanpa mendapatkan pengampunan dari Al-Ghaffar (Dzat Yang Maha Pengampun).
Persiapan iman, fisik & ilmu tentang puasa Ramadhan tak patut diabaikan agar tak ada sesal mendalam ketika bulan itu telah berlalu begitu saja tanpa mendapatkan pengampunan dari Al-Ghaffar (Dzat Yang Maha Pengampun).
Abu Hurairah z mengisahkan:
Nabi n naik ke atas mimbar lalu berkata: “Amin, amin, amin.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tadi naik mimbar lalu mengatakan: “Amin, amin, amin.” Beliau menjawab: “Jibril u datang kepadaku lalu mengatakan: “Siapa yang mendapati bulan Ramadhan namun ia tak diampuni hingga ia masuk ke dlm neraka maka semoga Allah menjauhkannya. Katakanlah: Amin. Aku pun mengatakan: “Amin.” … & seterusnya. (HR. Ibnu Khuzaimah 3/192, Ahmad 2/246, 245, Al-Baihaqi 4/204 dari beberapa jalan dari Abu Hurairah z. Hadits ini shahih sebagaimana dlm Shifat Shaumin Nabi n fi Ramadhan, hal. 24)
Nabi n naik ke atas mimbar lalu berkata: “Amin, amin, amin.” Ada yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tadi naik mimbar lalu mengatakan: “Amin, amin, amin.” Beliau menjawab: “Jibril u datang kepadaku lalu mengatakan: “Siapa yang mendapati bulan Ramadhan namun ia tak diampuni hingga ia masuk ke dlm neraka maka semoga Allah menjauhkannya. Katakanlah: Amin. Aku pun mengatakan: “Amin.” … & seterusnya. (HR. Ibnu Khuzaimah 3/192, Ahmad 2/246, 245, Al-Baihaqi 4/204 dari beberapa jalan dari Abu Hurairah z. Hadits ini shahih sebagaimana dlm Shifat Shaumin Nabi n fi Ramadhan, hal. 24)
Ramadhan Bulan Ibadah
Allah U memberikan
kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya dgn ditetap-kannya satu bulan yakni
Ramadhan sebagai bulan yang sarat dgn kebajikan & limpahan pahala.
Sehingga setiap insan yang beriman kepada Allah U & hari akhir tak
akan membiarkan Ramadhan berlalu begitu saja tanpa amal shalih. Tepatlah
jika dikata-kan Ramadhan sebagai bulan ibadah, bulan utk berlomba-lomba
dlm kebaikan. Dengan demikian tak sepantasnya Ramadhan dilewati dgn
bermalas-malasan, tidur sepanjang siang, dgn alasan lemas tak ada tenaga
karena perut sedang kosong, sedang menahan lapar & dahaga.
Ada
sebagian muslimah yang bersung-guh-sungguh melakukan amalan ketaatan di
bulan Ramadhan. Namun bila datang kebiasaan “bulanan”nya, ia jadi lemah
semangat, malas & tak lagi giat dlm kebaikan seperti sedia kala.
Padahal pintu-pintu kebaikan banyak terbentang di hadapannya. Bila ia
tak dapat puasa & shalat, ia dapat mengerjakan amalan-amalan yang
lain.
Di hadapannya ada doa yang kata Rasulullah n:
“Doa
itu adalah ibadah.” (HR. At-Tirmidzi no. 2969, Ibnu Majah no. 3828.
Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dlm Shahih At-Tirmidzi & Shahih
Ibni Majah)
Adapula dzikrullah seperti tasbih, tahmid, tahlil & takbir, dlm hadits disebutkan:
“Tidaklah
seorang manusia mengamalkan satu amalan yang lebih menyelamatkannya
dari adzab Allah daripada dzikrullah.” (HR. Ahmad 5/239. Dishahihkan dlm
Shahihul Jami’ no. 5644)
Sa’d bin Abi Waqqash z berkata: “Kami berada di dekat Nabi n, maka beliau bersabda:
“Apakah
salah seorang dari kalian merasa lemah utk memperoleh setiap harinya
seribu kebaikan?” Bertanyalah seseorang di antara mereka yang
duduk-duduk bersama beliau: “Bagaimana salah seorang dari kami dapat
memperoleh seribu kebaikan?” Beliau menjawab: “Dia bertasbih kepada
Allah seratus tasbih maka akan dicatat baginya seratus kebaikan atau
dihapus darinya seratus kesalahan.” (HR. Muslim no. 6792)
Rasulullah n juga bersabda:
“Siapa
yang mengucapkan ‘subhanallah wa bihamdihi’ dlm sehari 100 kali akan
dihapuskan kesalahannya, walaupun kesalahan itu sebanyak buih lautan.”
(HR. Muslim no. 6783)
Di hadapannya ada istighfar, permo-honan ampun & taubat, di mana Rasulullah n telah memerintahkan:
“Wahai
sekalian manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya
aku bertaubat dlm sehari 100 kali.” (HR. Muslim no. 6799)
Adapula sedekah yang kata Rasulullah n:
“Tidak
ada seseorang yang bersedekah dgn sebiji kurma pun yang diperolehnya
dari penghasilan yang baik/halal kecuali Allah mengambilnya dgn tangan
kanan-Nya lalu Dia mengembangkan/menumbuhkannya sebagai-mana salah
seorang dari kalian menjaga/merawat anak untanya hingga menjadi sebesar
gunung atau lebih besar lagi.” (HR. Muslim no. 2340)
Termasuk
pintu kebaikan yang dapat pula dilakukannya adalah membantu orang yang
puasa, sebagaimana diisyaratkan dlm hadits Anas z:
“Kami bersama
Nabi n, yang paling banyak di antara kami mendapatkan naungan dari terik
matahari adalah yang berlindung dgn pakaian/kainnya. Adapun orang-orang
yang berpuasa ketika itu mereka tak melakukan apa-apa, sedangkan
orang-orang yang berbuka (tidak puasa) mereka mengurusi hewan-hewan
tunggangan, melakukan pekerjaan & mencurahkan kesungguhan &
menangani beberapa urusan, maka Nabi n bersabda ketika itu: ‘Pada hari
ini orang-orang yang berbuka berlalu dgn membawa pahala (yang besar)’.”1
(HR. Al-Bukhari no. 2890)
Dalam riwayat Muslim (no. 2617) disebutkan dgn lafadz:
“Kami
bersama Nabi n dlm safar, di antara kami ada yang puasa & ada pula
yang berbuka (tidak puasa). Lalu kami singgah di suatu tempat pada hari
yang panas, yang paling banyak mendapatkan naungan di antara kami adalah
yang memiliki pakaian/kain. Di antara kami ada yang berlindung dari
matahari dgn tangannya. Maka berjatuhanlah orang-orang yang berpuasa
sementara orang-orang yang berbuka bangkit (untuk mengerjakan beberapa
pekerjaan & menolong orang-orang yang puasa). Mereka mendirikan
bangunan/tenda-tenda & memberi minum kepada hewan-hewan tunggangan.
Rasulullah n pun bersabda: “Pada hari ini orang-orang yang berbuka
berlalu dgn membawa pahala.”
Termasuk kebaikan yang dapat dilakukan adalah memberi makan kepada orang yang puasa. Nabi n bersabda:
“Siapa
yang memberi makanan berbuka utk seorang yang puasa maka ia mendapatkan
semisal pahala orang yang puasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala
orang yang puasa tersebut.” (HR. Ahmad 4/114-115, At-Tirmidzi no. 807,
Ibnu Majah no. 1746, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dlm Shahih
At-Tirmidzi & Shahih Ibni Majah)
Hukum-hukum Puasa Ramadhan
Di
antara muslimah mungkin ada yang belum sepenuhnya tahu bagaimana
tuntunan yang benar ketika seseorang menjalani puasa Ramadhan. Karenanya
berikut ini kami ingin berbagi sedikit pengetahuan tentang hukum-hukum
yang berkaitan dgn puasa Ramadhan, semoga dapat memberi manfaat.
Berniat
Seseorang yang hendak berpuasa Ramadhan ia wajib berniat sejak malam hari atau sebelum terbit fajar berdasarkan sabda Nabi n:
“Siapa
yang tak meniatkan puasa sebelum terbit fajar maka tak ada puasa
baginya.” (HR. Abu Dawud no. 2454, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t
dlm Shahih Abi Dawud)
Waktu puasa
Allah I berfirman:
“Makan & minumlah kalian sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam dari fajar.” (Al-Baqarah: 187)
Yang dimaksud dgn benang putih & benang hitam diterangkan oleh Nabi n dgn sabda beliau:
“Yang demikian itu adalah hitamnya malam & putihnya siang.” (HR. Al-Bukhari no. 1916 & Muslim no. 2528)
Sahl bin Sa’d z berkata:
Tatkala
turun ayat ini: “Makan & minumlah kalian sampai jelas bagi kalian
benang putih dari benang hitam”, maka seseorang bila hendak puasa ia
mengikatkan benang putih & benang merah pada kedua kakinya. Terus
menerus ia minum & menyantap makanannya sampai jelas baginya melihat
perbedaan
benang putih dari benang yang hitam. Setelahnya Allah I menurunkan (
kelanjutan ayat tersebut): “… dari fajar.” Hingga mereka pun tahu bahwa
yang Allah maksudkan dlm ayat tersebut adalah malam & siang (jelas
terbitnya fajar & berlalunya malam).” (HR. Al-Bukhari no. 1917 &
Muslim no. 2530)
Dengan demikian waktu puasa itu dimulai dari
terbitnya fajar subuh, & berakhir ketika kegelapan malam datang dari
arah timur setelah tenggelamnya bulatan matahari, walaupun cahayanya
masih tampak. Sebagaimana dinyatakan Rasulullah n:
“Apabila malam
datang dari arah sana (timur) & siang berlalu ke arah sana (barat),
sedangkan matahari telah tenggelam berarti orang yang puasa telah
berbuka (telah masuk waktu berbuka).” (HR. Al-Bukhari no. 1954 &
Muslim no. 2553)
Sahur
Rasulullah n bersabda:
“Pembeda antara puasa kita & puasa ahlul kitab adalah makan sahur.”2 (HR. Muslim no. 2545)
Anas bin Malik z berkata: “Rasulullah n bersabda:
“Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dlm sahur itu ada barakah.” (HR. Muslim no. 2544)
Yang paling utama utk dimakan ketika sahur adalah kurma, sebagaimana sabda Rasulullah n:
“Sebaik-baik
sahur seorang mukmin adalah kurma kering (tamar).” (HR. Abu Dawud no.
2345, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dlm Shahih Abi Dawud)
Disenangi
mengakhirkan sahur sampai menjelang terbit fajar. Karena Nabi n &
Zaid bin Tsabit z pernah makan sahur bersama, setelah itu Nabi n bangkit
utk mengerjakan shalat. Anas bin Malik z bertanya kepada Zaid bin
Tsabitz: “Berapa jarak waktu antara keduanya?”3 Zaid menjawab: “Sekadar
bacaan limapuluh ayat.” (HR. Al-Bukhari no. 575 & Muslim no. 2547)
Perkara yang wajib diting-galkan oleh orang yang puasa
Selain
wajib meninggalkan makan & minum serta jima’, seorang yang berpuasa
harus pula meninggalkan ucapan dusta. Rasulullah n bersabda:
“Siapa
yang tak meninggalkan ucapan dusta & berbuat dusta maka Allah tak
berhajat/tidak butuh dgn dia (sekedar) meninggalkan makan &
minumnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1903)
Yang boleh dilakukan orang yang berpuasa
Di antara perkara yang boleh dilakukan ketika sedang berpuasa adalah:
q Bersiwak
Abu Hurairah z mengabarkan dari Nabi n:
“Seandainya
tak memberatkan bagi umatku niscaya aku akan memerintahkan mereka utk
bersiwak setiap kali berwudhu.” (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq dlm
Kitab Ash-Shaum & Muslim no. 588)
Hadits di atas diberi judul
oleh Al-Imam Al-Bukhari: Bab Siwak Ar-Rathbi wal Yabis Lish-Sha’im.
Maknanya, siwak yang basah & kering utk orang yang sedang puasa.
Al-Imam Al-Bukhari memberikan isyarat dgn judul yang beliau berikan ini
utk membantah pendapat
yang memakruhkan bersiwak dgn siwak yang masih basah bagi orang yang
sedang puasa, seperti pendapat Malikiyyah & Asy-Sya’bi. (Fathul
Bari, 4/202)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t berkata:
“(Hadits Abu Hurairah ini) mengandung kebolehan bersiwak di setiap waktu
& setiap keadaan.” (Fathul Bari, 4/202). Dengan demikian orang yang
sedang berpuasa termasuk di dalamnya.
q Mendapati fajar dlm keadaan junub
‘Aisyah
& Ummu Salamah c mengabarkan bahwa Rasulullah n menemui waktu fajar
dlm keadaan junub karena menggauli istrinya, kemudian beliau mandi
& puasa. (HR. Al-Bukhari no. 1925 & Muslim no. 2584)
q Memasukkan air ke hidung (istinsyaq) namun tak bersungguh-sungguh
Rasulullah n bersabda:
“Bersungguh-sungguhlah
engkau dlm istinsyaq kecuali bila sedang berpuasa.” (HR. At-Tirmidzi
no. 788, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dlm Shahih At-Tirmidzi)
q Mencicipi makanan
Tidak
apa-apa bagi orang yang berpuasa utk mencicipi makanan guna mengetahui
asin atau tidaknya, ataupun rasa lainnya. Demikian pula mengunyahkan
makanan utk anaknya, selama tak ada sedikitpun dari makanan tersebut
yang masuk ke kerongkongannya. Hal ini tersebut dlm beberapa atsar dari
salaf berikut ini:
u Al-Imam Al-Bukhari t meriwayatkan secara
mu’allaq (tanpa menyebutkan sanadnya) dlm Shahih-nya dgn shighat jazm
perkataan Ibnu ‘Abbas c: “Tidak apa-apa seseorang mencicipi makanan dari
bejana atau sedikit dari makanan.” (Kitab Ash-Shaum, bab Ightisal
Ash-Sha`im4)
u Ibnu ‘Abbas c berkata: “Tidak apa-apa seseorang
yang sedang berpuasa merasai cuka atau makanan lain selama tak ada yang
masuk ke kerongkongannya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dlm Al-Mushannaf,
3/47)
u Ma’mar berkata: “Aku pernah bertanya kepada Hammad
tentang seorang wanita yang sedang puasa mencicipi kuah dari masakannya.
Hammad berpendapat bahwa hal itu tak apa-apa.” (Riwayat Abdurrazzaq dlm
Al-Mushannaf, no. 7510)
u Al-Hasan Al-Bashri berpandangan tak
apa-apa orang yang puasa mencicipi madu, samin/mentega & semisalnya
kemudian mengeluarkannya (tidak menelan-nya). (Riwayat Ibnu Abi Syaibah
dlm Al-Mushannaf, 3/47)
u Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t pernah
ditanya tentang mencicipi makanan bagi orang yang puasa. Beliau
menjawab: “Mencicipi makanan bagi orang puasa makruh bila tanpa ada
kebutuhan. Namun bila dilakukan tidaklah membatalkan puasa. Adapun bila
ada keperluan maka hukumnya seperti hukum berkumur-kumur bagi orang
puasa.” (Majmu’atul Fatawa libni Taimiyyah, 13/142)
q Memakai celak
Ada
beberapa hadits yang menyebutkan masalah bercelak bagi orang yang
sedang puasa. Namun semua hadits itu tak lepas dari perbincangan. Karena
itulah Al-Imam At-Tirmidzi t mengatakan: “Tidak ada satu hadits pun
yang shahih dari Nabi n dlm bab ini.” (Sunan At-Tirmidzi, Kitab
Ash-Shaum, bab Ma Ja`a fil Kuhli Lish-Sha`im)
Adapun mayoritas
ahlul ilmi/jumhur berpandangan bahwa bercelak bagi orang yang puasa
hukumnya mubah, sebagaimana diisyaratkan oleh Asy-Syaukani t dlm Nailul
Authar (4/260).
‘Atha`, Ibrahim An-Nakha’i & Az-Zuhri
berkata: “Tidak apa-apa bercelak bagi orang yang puasa.” (Riwayat Ibnu
Abi Syaibah dlm Al-Mushannaf, 3/46 & riwayat Abdurrazzaq dlm
Al-Mushannaf no. 7514, 7515)
Ibnu Hazm berpendapat dlm Al-Muhalla
(4/326) bahwa bercelak tak membatalkan puasa. Pendapat ini yang
dikuatkan oleh Syai-khul Islam Ibnu Taimiyyah & murid-nya, Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah t.
Berbuka (Ifthar)
Beda
halnya dgn sahur yang sunnah utk diakhirkan, dlm berbuka (ifthar)
dituntunkan utk ta’jil (disegerakan). Karena Rasulullah n bersabda:
“Manusia terus menerus dlm kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Al-Bukhari no. 1957 & Muslim no. 2549)
Hal ini merupakan Sunnah Rasul n menyelisihi Yahudi & Nasrani sebagaimana disabdakan Nabi n:
“Terus-menerus
agama ini dzahir/tampak selama manusia menyegerakan berbuka, karena
Yahudi & Nasrani mereka mengakhirkan berbuka.” (HR. Abu Dawud no.
2353, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dlm Shahih Abi Dawud &
Asy-Syaikh Muqbil dlm Al-Jami’ush Shahih Mimma Laisa fish Shahihain,
2/420)
Nabi n telah mencontohkan makanan yang beliau makan ketika berbuka seperti yang disampaikan Anas bin Malik z:
“Adalah
Rasulullah n berbuka sebelum shalat Magh-rib dgn memakan beberapa butir
kurma basah (ruthab), bila tak ada ruthab beliau berbuka dgn kurma
kering (tamar), bila tak ada tamar beliau meneguk beberapa teguk air.”
(HR. At-Tirmidzi, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil di atas syarat Al-Bukhari
& Muslim, Al-Jami’ush Shahih Mimma Laisa fish Shahihain, 2/419-420)
Dan dituntunkan ketika berbuka membaca doa:
“Telah
hilang dahaga & telah basah urat-urat (hilang kekeringan yang
disebabkan rasa haus) serta telah tetap pahala Insya Allah.” (HR. Abu
Dawud no. 2357, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dlm Shahih Abi Dawud)
Demikian sedikit bekal yang dapat kami berikan kepada pembaca muslimah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Catatan Kaki:
1
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t berkata: “Bukanlah yang dimaksudkan
di sini bahwa orang-orang yang puasa kurang pahalanya. Namun yang
dimaukan adalah orang-orang yang berbuka memperoleh pahala dari
pekerjaan mereka & memperoleh semisal pahala orang yang berpuasa.
Karena mereka melakukan kesibukan/pekerjaan mereka & mengambil alih
pekerjaan orang-orang yang sedang puasa.” (Fathul Bari, 6/104)
2
Sementara terdapat perintah beliau n agar kita menyelisihi ahlul kitab
& tak tasyabbuh dgn mereka. Sehingga makan sahur ketika hendak puasa
di keesokan harinya merupakan penyelisihan terhadap puasa yang
dilakukan ahlul kitab.
3 Yakni jarak antara selesai makan sahur
dgn mulainya shalat. Demikian kata Ibnu Hajar dlm Al-Fath, 4/138,
Kitabush Shiyam Bab Qadru Kam baina Sahur wa Shalatil Fajr.
4 Dibawakan secara maushul (bersambung sanadnya sampai kepada Ibnu ‘Abbas z) oleh Ibnu Abi Syaibah dlm Al-Mushannaf, 3/47
Tidak ada komentar:
Posting Komentar