Sabtu, 22 Juni 2013

Untuk Wanita Yang Keluar Rumah Tanpa Berhijab Aurat Wanita

 

Sebuah Nasehat dari Samahatusy Syaikh Al-’Allamah  Ibnu Baz

Merebaknya kejahatan seksual kian memprihatinkan. Namun sedikit yang menyadari bahwa semua itu bersumber dari tersebarnya kerusakan sebagai akibat dari diumbarnya aurat wanita di tempat-tempat umum. Bocah yang masih ingusan atau kakek yang telah renta bisa menjadi pelaku kejahatan karena mereka secara terus menerus ‘dipaksa’ mengkonsumsi pemandangan yang bukan haknya. Ironisnya, sebagian korban adalah bocah perempuan yang belum mengerti apa-apa. Artikel berikut barangkali bisa menjadi renungan utk kita semua.

Agama Islam datang dgn memberikan kemuliaan kepada wanita, memeliharanya & menjaganya dari terkaman serigala dari kalangan manusia. Sebagaimana Islam menjaga hak-hak wanita, mengangkat harkat & martabatnya. Islam menjadikan wanita berserikat dgn lelaki dlm hak memperoleh warisan. Islam mengharamkan perbuatan mengubur anak perempuan hidup-hidup. Islam mewajibkan adanya izin dari pihak wanita bila ia hendak dinikahkan oleh walinya. Wanita pun diberikan kebebasan dlm mengatur & mengurusi hartanya bila memang memiliki kecakapan.

Islam mewajibkan kepada seorang suami utk menunaikan kewajiban yang banyak berkaitan dgn istrinya, sebagaimana Islam mewajibkan kepada seorang ayah & karib kerabat si wanita utk memberikan nafkah kepadanya ketika ia membutuhkan. Islam mewajibkan wanita utk menghijabi dirinya dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya agar ia tak menjadi barang dagangan murahan yang bisa dinikmati oleh setiap orang. Allah I berfirman dlm surat Al-Ahzab:
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi maka mintalah dari balik tabir. Yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati kalian & hati-hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)
Dalam surat yang sama, Allah I pun berfirman:
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu & putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka utk dikenali (sebagai wanita merdeka & wanita baik-baik) hingga mereka tak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Dalam surat An-Nur, Dia Yang Maha Tinggi berfirman:
“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka & menjaga kemaluan mereka serta jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya (tidak mungkin ditutupi). Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka & jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua)…” (An-Nur: 30-31)

Ayat Allah I:  (kecuali apa yang biasa tampak darinya) ditafsirkan oleh shahabat yang mulia Abdullah bin Mas‘ud z bahwa yang dimaksudkan adalah pakaian luar1, karena pakaian luar tak mungkin ditutupi kecuali (yang bersangkutan harus) mengalami kesulitan besar. Sementara Ibnu ‘Abbas c dlm pendapatnya yang masyhur menafsirkannya dgn wajah & dua telapak tangan. Namun yang lebih kuat dlm hal ini tafsiran Ibnu Mas‘ud z, karena ayat hijab yang disebutkan sebelumnya menunjukkan wajibnya menutup wajah & kedua telapak tangan. Dan juga karena wajah termasuk perhiasan wanita yang paling utama, maka penting sekali menutupnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Wajah & dua telapak tangan (wanita) biasa terbuka di awal Islam. Kemudian turun ayat hijab yang mewajibkan wanita utk menutup wajah & dua telapak tangannya. Karena membuka wajah & dua telapak tangan di hadapan selain mahram termasuk sebab fitnah terbesar. Di samping juga sebagai pendorong terbesar bagi seorang wanita utk membuka bagian tubuhnya yang lain. Bila wajah & dua telapak tangan itu dihiasi dgn celak & pacar (inai) atau berbagai hiasan lainnya yang mempercantik penampilan, maka membuka wajah & dua telapak tangan dlm keadaan seperti ini (di hadapan laki-laki yang bukan mahram, pent.) diharamkan dgn kesepakatan ulama. Sementara keumuman wanita di zaman ini, mereka menghiasi & mempercantik wajah & dua telapak tangannya. Maka pada keadaan yang demikian, bersepakatlah dua pendapat yang semula berbeda2 utk menyatakan keharaman membuka wajah & dua telapak tangan. Adapun yang dilakukan oleh kaum wanita pada hari ini dgn membuka tutup kepala, leher, dada, lengan atas, betis, & sebagian pahanya (ketika keluar rumah atau di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, pent.), maka hal ini merupakan perbuatan mungkar dgn kesepakatan kaum muslimin, tanpa diragukan sedikitpun oleh orang yang memiliki pengetahuan/ ilmu agama yang paling rendah sekalipun. Fitnah yang ditimbulkan karena perbuatan mungkar ini begitu besar & dampaknya demikian mengerikan. Kita memohon kepada Allah I agar memberi taufik kepada pimpinan kaum muslimin agar melarang perbuatan ini, memutuskannya & mengem-balikan wanita kepada hijab yang Allah I perintahkan kepadanya & menjauhkan wanita dari sebab-sebab fitnah.

Di antara dalil yang datang dlm permasalahan ini adalah firman Allah I:
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian & jangan bertabarruj (berhias) sebagaimana tabarruj orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)
“Dan wanita-wanita tua yang telah terhenti (dari haid & mengandung) yang tak ingin menikah lagi, tak ada dosa bagi mereka utk menanggalkan pakaian luar mereka tanpa bermaksud tabarruj dgn menampakkan perhiasan. Bila mereka menjaga kehormatan diri mereka (dengan meninggalkan perkara yang membuat fitnah) maka itu lebih baik bagi mereka. Dan Allah maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur: 60)
Dalam ayat yang awal, Allah I memerintahkan kepada wanita utk tetap tinggal dlm rumahnya, karena keluarnya mereka dari rumah umumnya menimbulkan fitnah. Sementara itu dalil-dalil syar‘i juga menunjukkan bolehnya wanita keluar dari rumahnya bila ada keperluan dgn mengenakan hijab & menjauhi sebab fitnah. Akan tetapi tinggalnya mereka di rumah mereka merupakan hukum/ ketentuan yang asal & itu lebih baik bagi mereka & lebih menjauhkan mereka dari fitnah. Kemudian Allah I melarang mereka bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyyah, yaitu dgn menampakkan kebagusan & keelokan yang membuat lelaki terfitnah.

Dalam ayat yang kedua, Allah I membolehkan wanita-wanita yang sudah tua yang tak memiliki keinginan menikah utk melepaskan pakaiannya, dlm arti tak mengenakan hijab. Namun dgn syarat tak tabarruj dgn memamerkan perhiasannya. Dengan demikian bila mereka mengenakan perhiasan, mereka harus berhijab & tak diperkenankan menanggalkannya. Bila wanita yang sudah tua diberikan ketentuan demikian sementara kita tahu mereka tak lagi membuat fitnah bagi lelaki & umumnya tak pula membangkitkan syahwat lelaki, lalu bagaimana kiranya dgn wanita-wanita muda, remaja-remaja belia yang dapat membuat lelaki terfitnah?
Kemudian dlm ayat yang sama, Allah I mengabarkan bila wanita yang sudah tua itu menjaga kemuliaan dirinya dgn tetap berhijab maka itu lebih baik bagi mereka, sekalipun mereka tak bertabarruj dgn memamerkan perhiasan. Semua ini demikian jelas & gamblangnya utk menekankan wanita agar berhijab ketika keluar rumah, tak membuka wajahnya di hadapan lelaki yang bukan mahramnya & menjauhi sebab-sebab fitnah. Wallahu al-musta’an.

(Dialihbahasakan oleh Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dari kitab Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz t, 4/308-309)
1 Sehingga yang boleh ditampakkan oleh wanita ketika keluar rumah hanyalah pakaian luar yang menutupi seluruh tubuhnya (pent.).
2 Antara pendapat yang mengatakan wajah & dua telapak tangan harus ditutup dgn pendapat yang menyatakan tak harus ditutup (pent.).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar