Selasa, 04 Oktober 2011

Puncak kenikmatan

 
                                                         Puncak kenikmatan
(Syekh Ibnu Qataillah as-Sakandri)



”Sepanjang Allah melimpakan anda rizki, taat kepada Allah dan merasa cukup dengaNya, ketahuilah sesunggunya Allah telah menyempurnakan nikmat lahir dan bathin kepdamu.”



Setelah membincangkan posisi anda dihadapan Allah,maka Al-Fudail bin Iyald menegaskan, bahwa ketaata hamba kepada Tuhanya menurut kadar derajat posisi si ha mba itu, dengan kata lain pula puncak dari kenikmatan itu sesunggunya adalah ketaatan menjalankan perintahNya secara lahiriyah, dan merasa cukup jiwanya bersama Allah secara bathin.

Maksudnya seseorang mengerjakan amalalianya semata karena perinatah Allah,bukan karena motivasi tertentu. Sang hamba hanya bagiNya, bersamaNya, bukan karena sebab atau akibab tertentu.

Seorang  hamba ketika beribadah, akan senantiasa bermusyahadah Rubububianya. Inilah yang simaksudkan dengan menegakan syariat disatu sisi dengan tetap berselaras dengan hakikat.

Sebab dengan cara inilah seorang bisa meraih keringanan, keselarasan, keparipurnaan dalam hakikat, yakni bebas dari bisa merasa bisa berupaya dan berdaya serta beramal.

Sang hamba akan menerima nikmat agug dan sari guna yang sempurna. Dikatakan bahwa nikmat terbesar adalah keluar dari diri. Ada pula yang mengatakan, nikmat itu adalah apa yang menghubungkan dengan Allah dan memutuskan dengan mahluk. Bahkan ada yang mengatakan, segala yang tidak mendatangkan penyesalan dan tidak mengakibatkan siksaan, itulah nikmat terbesar.
Dengan merasa cukup Allah sebagai satu-satunya harapan dan masa depan, maka dia pada saat yang akan merasa cukup dengan-Nya.

Oleh karena itu mulailah dijadikan suatu persepektif yang luhur ke depan.
  1. Taat kepada Allah  sebagi cita-cita dunia akhirat
  2. Kedamaian hati bersamanNya dan tidak menoleh selainNya, adalah keparipurnaan hakikat
  3. Bisa beribadah adalah anugra, karena itu sebagai rasa syukur harus dimunculkan setiap ibadah. Ibadah sebagai wujud syukur, bukan beban dan kewajiban.
  4. ibadah dan kepatuhan, adalah bentuk lain  dari kehambaan. Dan tidak ada nikmat paling agung ketimbang menjadi hamba Allah.
  5. segeralah kembali dan menuju, suatu kenyataan  bahwa  ketaatan secara syariat dan hakikat tidak bisa dipisahkan sebagai puncak nikmat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar